IBUKU mempunyai seribu mimpi
yang dipikulnya tiap hari
sambil menimangku ia pun menyanyi :
Timang tinggi-tinggi,
dapur tak berasap,
bila besar nanti,
jangan masuk lokap.
Ibuku tidak mengenal buku dan sekolah
tiap pagi terbongkok-bongkok di lumpur dan sawah
menggaru betisnya yang dikerumuni lintah.
Hatinya selalu teringat
suaminya yang mati melarat
setelah dikerumuni lintah darat
Ibuku tangannya kasar berbelulang
mengangkat batu-bata banggunan
wajahnya dibedaki debu berterbangan
Ibu tidak pernah mengenal supermarket
tinggal di bilik sempit
upah buruhnya sangat sedikit
Ibuku tidak punya peti TV
tidak berpeluang pula menontonnya
tak pernah mengikuti laporan parlimen
atau ceramah bagaimana menambah jumlah penduduk
tidak pula tahu adanya forum kemiskinan
atau pertunjukan masak-masakan
dengan resepi yang sangat menakjubkan
Ibuku setiap pagi berulang ke kilang
bekerja dengan tekun hingga ke malam
mikroskop itu menusuk matanya dengan kejam
kaburlah mata ibu diselaputi logam
Ibuku tidak tahu tentang hak asasi
apalagi seni dan puisi.
Jika ditanya makna melabur
nama-nama saham yang menjanjikan makmur
atau tentang dasar pandang ke timur,
ibu tersenyum menunjukkan mangkuk bubur
yang melimpah kanji beras hancur
O ibuku sayang
di negerimu kau menumpang.
Sesekali kudengar ibu menyanyi
pantun tradisi caranya sendiri :
Siakap senohong,
gelama ikan duri,
bercakap bohong,
tak boleh jadi menteri
1984
0 Comments
بِسْÙ…ِ اللَّÙ‡ِ الرَّØْÙ…َÙ†ِ الرَّØِيم
السلام عليكم ورØمة الله وبركاته
PenaMinang.com tidak bertanggungjawab terhadap komentar yang diutarakan melalui ruangan ini. Ia pandangan peribadi pemilik akaun dan tidak semestinya menggambarkan pendirian sidang redaksi kami. Segala risiko akibat komen yang disiarkan menjadi tanggungjawab pemilik akaun sendiri.
Segala caci maki, kutukan, fitnah adalah antara anda dengan ALLAH Azza Wa'jal. Berilah komen dan kritikan yang membina. Insyallah kami akan cuba membalas komen-komen anda.